Minggu, Februari 16
MANUSIA DAN ALAM SEMESTA
Sesungguhnya dilihat dari sudut pandang manusia, yang ada
adalah Allah dan alam (semesta). Allah pencipta dan alam yang diciptakan. Alam
ialah segala sesuatu yag dapat ditangkap panca indra, perasaan dan pikiran
walaupun samar-samar. Mulai dari partikel (zarrah) yakni bagian benda yang
sangat kecil dan berdimensi sampai kepada jasad (tubuh) yang sangat besar,
ruang dan waktu (space and time) adalah
alam.
Sebelum Allah menciptakan Adam, alam semesta telah
diciptakannya dengan tatanan kerja yang teratur, rapih dan serasi. Keteraturan,
kerapian dan keserasian alam semesta dapat dilihat pada dua kenyataan. Pertama
dalam hubungan alamiah antara bagian - bagian didalamnya dengan pola saling
melengkapi dan mendukung. Misalnya, apa yang diberikan matahari untuk kehidupan
alam semesta. Selain berfungsi sebagai
penerang di waktu siang matahari juga berfungsi sebagai salah satu sumber
energi bagi kehidupan. Kedua, keteraturan yang ditugaskan kepada malaikat untuk
menjaga dan melaksanakannya.
Kedua hal itulah ang kemudian membentuk berbagai keserasian,
kerapian dan keteraturan yang kita yakini sebagai Sunnatullah yakni ketentuan
dan hukum yang ditetapkan Allah.
Setiap waktu secara teratur dan tetap matahari menyiramkan
energinya kepada alam semesta, tanpa bergeser dari posisi yang ditetapkan
Allah. Bumi, sebagai bagian alam semesta menyerap sinar matahari yang turun
secara tetap. Menurut para ahli, sebesar seperdua milyar bagian dari seluruh
pancaran matahari yang meluncur ke bumi.
Para ahli ilmu falak dapat meramalkan berbagai peristiwa alam seperti gerhana
matahari dan bulan, pergantian musim, cuaca dan sebagainya yang sangat
bertautan dengan ketentuan - ketentuan yang telah menjadi hukum dalam sistem
alam semesta.
Ada tiga sifat utama Sunnatullah yang disinggung dalam
Al-Quran yang dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian.
Ketiga sifat itu adalah (1) pasti, (2) tetap, (3) objektif.
Sifat Sunnatullah pertama adalah pasti atau tentu disebut
pada ujung ayat - ayat Al-Quran surat 25 (Al-Furqan) yang terjemahannya sebagai
berikut ..”Dia telah menciptakan sesuatu, dan Dia (pula yang memastikan
(menentukan) ukurannya dengan sangat rapi.” Di penghujung ayat 3 surat 65
(At-Talaq) terjemahannya (lebih kurang),..” sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan (kepastian) bagi tiap sesuatu”.
Sifat Sunnatullah yang pasti, tentu itu menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia membuat
rencana. Seseorang yang memanfaatkan Sunnatullah dalam merencanakan suatu
pekerjaan besar, tidak perlu ragu akan ketepatan perhitungannya. Karena , kalau
dia bekerja menurut Sunnatullah, Allah menjamin kebenaran perhitungannya. Dan
setiap orang yang mengikuti dengan cermat ketentuan - ketentuan yang sudah
pasti itu, bias melihat hasil pekerjaan yang dilakukannya. Karena itu pula,
keberhasilan suatu pekerjaan (usaha atau
amal) dapat diperkirakan terlebih dahulu. Jika dalam pelaksanaan suatu rencana
atau pekerjaan ternyata tidak berhasil dapat dipastikan perhitungannyalah yang
salah bukan kepastian atau ketentuan yang terdapat dalam Sunnatullah.
Kenyataan diatas didukung oleh sifat Sunnatullah kedua yaitu
tetap, tidak berubah-ubah. Sifat ini terdapat dalam bagian ayat 115 surat
Al-An’an (6) yang terjemahannya (lebih kurang) sebagai berikut,.. “Tidak ada
yang sanggup mengubah kalimat - kalimat Allah”. Dalam bagian ayat 77 surat
Al-Isra’ (17) Allah berfirman sebagai berikut (terjemahannya lebih
kurang),..”Dan engkau tidak akan menemui perubahan dalam sunnah kami..”. Dengan
sifat Sunnatullah yang tidak berubah-ubah, seorang ilmuwan dapat memperkirakan
gejala alam yang akan terjadi dan memanfaatkan gejala alam itu. Seorang ilmuwan
dengan mudah memahami gejala alam yang satu dikaitkan dengan gejala alam lain
yang senantiasa mempunyai hubungan yang konsisten (taat asas).
Sifat Sunnatullah yang ketiga yaitu objektif. Sifat ini
tergambar pada firmanAllah dalam ayat 105 surat Al-Anbiya (21),
terjemahannya,..”bahwasanya dunia ini akan diwarisi oleh hamba - hamba-Ku yang
saleh”. Saleh artinya baik atau benar. Orang yang baik dan benar adalah orang
yang bekerja menurut Sunnatullah yang menjadi ukuran kebaikan dan kebenaran
itu. Kebenaran yang terdapat dalam Sunnatullah adalah kebenaran objektif,
berlaku bagi siapa saja dimana saja. Contoh ekstrim berikut yang dapat menjelaskan
apa yang dikemukakan diatas. Disuatu padang yang luas tanpa ada bangunan dan
pepohonan terdapat dua menara yang menjulang sama tingginya yaitu menara masjid
dan menara casino. Menara masjid tidak memakai penangkal petir kerena
pertimbangan bahwa masjid adalah
bangunan untuk Ibadah dan menaranya dipergunakan untuk memanggil orang
mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan menara casino memakai
penangkal petir (memenuhi Sunnatullah). Seandainya hujan datang dan petir
sambung - menyambung , maka yang tersambar lebih dahulu adalah menara mesjid.
Alam semesta yang patuh kepada hukum, ketetapan dan ketentuan
yang disebut Sunnatullah itu, berasal dari suatu masa yang kemudian
berdiferensiasi menjadi benda - benda langit.
Benda - benda langit berbeda-beda sifat dan ukurannya. Benda - benda
langit itu membentuk kelompok seperti
gugus bimasakti (gugusan bintang kecil - kecil beribu-ribu banyaknya sehingga kelihatan lajur cahaya). Jumlah gugus itu
tidak terhitung banyaknya. Benda - benda langit, baik kelompok maupun sendiri -
sendiri bergerak secara teratur walaupun
gerakannya bermacam-macam. Bulan
misalnya mengelilingi bumi dalam 29/30
hari. Bulan sambil mengelilingi bumi juga mengelilingi matahari dalam 365/366
hari. Bumi juga berputar di sekitar porosnya dalam waktu 24 jam. Matahari juga
bergerak sedikit dari utara ke selatan bolak - balik yang menyebabkan pergiliran musim. Dan karena keteraturannya,
alam semesta dapat dimanfaatkan manusia . “Tidakah kamu perhatikan,
sesungguhnya Allah telah menyerahkan untuk (kepentingan)mu semua isi alam
semesta (baik yang ada di langit maupun di bumi ) dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir batin..” demikian
(lebih kurang) bunyi terjemahan surat Luqman (31) ayat 20.
Manusia diberi “wewenang” mengelola dan memanfaatkan alam
semesta, diberi kedudukan “istimewa” sebagai khalifah. Khalifah arti harfiahnya
adalah pengganti atau wakil. Menurut ajaran Islam, manusia selain sebagai abdi
diberikan kedudukan sebagai khalifah mengelola dan memanfaatkan alam semesta
terutama ‘mengurus’ bumi ini. Agar dapat menjalankan kedudukannya itu, manusia
diberi bekal berupa potensi diantaranya adalah akal yang melahirkan berbagai
ilmu sebagai alat untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta serta mengurus
bumi ini. Ketika Adam sebagai manusia diangkat menjadi khalifah di bumi, Allah
mengajarkan kepadanya ilmu pengetahuan tentang “nama - nama (benda)”. Dalam
bagian pertama ayat 31surat Al-Baqarah (2) Allah menyatakan, “Dia telah
mengajarkan kepada Adam nama - nama (benda) seluruhnya..”. Pengetahuan yang
diajarkan Allah kepada Adam ini merupakan keunggulan komparatif manusia dari
makhluk - makhluk lainnya.
Dengan akal dan ilmu yang dikuasainya manusia akan mampu
menjalankan kedudukannya sebagai khalifah mengelola dan memanfaatkan alam
semesta serta mengurus bumi ini untuk kepentingan hidup manusia serta makluk
lain dilingkungannya dan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.
Manusia akan ditanya apakah dalam menjalankan ‘amanat’ yang dipercayakan
kepadanya itu, ia mengikuti dan mematuhi pola dan garis - garis besar
kebijaksanaan yang diberikan kepadanya melalui para nabi dan rasul yang termuat
dalam ajaran agama.
Related Posts :
- Back to Home »
- education »
- Prof, H. Mohammad Daud Ali, S.H. A. ( Manusia dan Alam semesta ; rangkuman )